Selama satu dekade terakhir telah ditemukan 270 sistem keplanetan di luar Tata Surya (exoplanet). Sebagian besar planet ini berupa planet gas dan bermassa kurang lebih setara dengan Jupiter – bahkan lebih. Belakangan, ditemukan juga planet-planet yang lebih kecil. Massanya setidaknya 10 kali massa Bumi, sehingga kemudian disebut sebagai super -Bumi (super-Earth). Istilah super-Bumi sering digunakan untuk menunjuk planet bermassa 2-10 kali massa Bumi. Penggunaan istilah ini agak rancu, karena menyiratkan bahwa planet tersebut berupa batuan dan massa, dan massanya menjadi satu-satunya pembeda dengan Bumi. Namun, planet yang akan menjadi objek pembahasan dalam tulisan ini sangat mungkin berupa icy planet dengan komposisi yang berbeda sama sekali dari komposisi Bumi.
April tahun lalu, sebuah tim internasional yang dipimpin oleh Stephane Udry melaporkan penemuan dua super-Bumi yang mengorbit bintang Gliese 581. Masing-masing bermassa 5 dan 8 kali massa Bumi. Dilihat dari jarak planet tersebut ke bintang induknya, kedua planet menjadi kandidat pertama sebagai planet yang berpotensi “layak-huni”.
Semenjak penemuan ini, beberapa grup peneliti telah mengkaji kelayakhunian dua super-Bumi tadi. F. Selsis dkk. memodelkan atmosfer planet dan meninjau apa yang terjadi ketika planet berada di jarak-jarak tertentu dari bintang induknya. Jika posisi planet terlalu dekat, air akan habis menguap sehingga tidak akan ada bentuk kehidupan seperti yang ada di Bumi. Jarak terjauh dari bintang yang memungkinkan untuk muncul dan/atau bertahannya bentuk kehidupan adalah batas jarak ketika CO2 tak lagi mampu menghasilkan efek rumah kaca yang cukup untuk mempertahankan temperatur permukaan planet di atas titik beku air. Kita masih belum bisa menentukan batas/jarak kelayakhunian ini dengan pasti, karena belum bisa memodelkan awan yang melingkupi planet secara mendetail. Sebenarnya, di Tata Surya kita sendiri pun keterbatasan ini muncul. Dari studi iklim, diindikasikan batas-dalam zona layak-huni berada di sekitar 0.7-0.9 AU sedangkan batas-luar berada di antara 1.7-2.4 AU.
Sementara itu, W. Von Bloh dkk. meninjau zona layak-huni yang memungkinkan planet serupa Bumi bisa melangsungkan fotosintesis. Proses ini tentu saja bergantung pada “bahan baku” planet, yakni konsentrasi CO2 dan keberadaan air berwujud cair. Model yang diketengahkan von Bloh mengandung aspek utama kesetimbangan yang terus terjaga antara kandungan CO2 di atmosfer dan lautan, dengan proses pelepasan gas tersebut melalui proses tektonik. Kesetimbangan inilah yang menyebabkan temperatur di Bumi tidak sepanas Venus ataupun sedingin Mars. Sedang. Dan, layak-huni! Di dalam model von Bloh, kemampuan planet mempertahankan keberlangsungan fotosintesis sangat bergantung pada usia planet. Pada planet yang terlalu tua, keadaan geologinya tidak akan aktif, artinya tidak akan terjadi aktivitas tektonik maupun vulkanik. Dengan demikian, proses pelepasan CO2 terhambat dan pada akhirnya planet tidak lagi layak-huni.
Gambar di atas menunjukkan zona layak-huni di sekitar Matahari dan Gl 581 menurut perhitungan Selsis dan von Bloh. Hasil dari kedua tim menunjukkan bahwa tampaknya planet Gl 581 c tidak layak-huni, karena berada terlalu dekat dengan bintang induknya. Sebaliknya, planet Gl 581 d bisa jadi layak-huni walaupun kondisinya kurang mendukung untuk munculnya kehidupan kompleks. Planet ini mengalami apa yang disebut tidally locked. Sebagai gambaran apa akibat tidally locked, kita bisa meninjau sistem Bumi-Bulan. Kita lihat bagian Bulan yang menghadap ke Bumi selalu sama. Demikian juga dengan si planet d ini. Bagian yang sama akan selalu menghadap bintang yang diorbitinya. Perbedaan temperatur antara bagian siang (bagian yang menghadap bintang) dan bagian malam (bagian yang membelakangi bintang) besar sekali. Akibatnya, tiupan angin kencang pun tak terhindarkan. Tampaknya, bentuk kehidupan yang muncul di planet ini akan tumbuh berkembang dalam iklim yang tidak wajar.
Selain itu, kedua planet mempunyai orbit yang lonjong (eksentrik); jarak ke bintang menjadi berubah-ubah. Karena berada relatif dekat ke bintang induk, waktu yang diperlukan untuk mengelilingi bintang otomatis lebih singkat, yakni 12,9 hari untuk Gl 581 c dan 83,6 hari untuk Gl 581 d. Tampak dari gambar bahwa planet d di kala tertentu berada di luar zona layak-huninya selama perjalanannya mengelilingi bintang induk. Namun, planet ini masih akan layak-huni kalau atmosfernya cukup tebal. Bagaimanapun, kondisi yang menentukan kelayakhunian planet Gl 581 d mestinya sama sekali berbeda dengan apa yang kita ketahui di Bumi.
Lepas dari nada yang agak pesimistis di atas, kemungkinan salah satu planet tersebut layak-huni tetap menarik karena bintang induknya merupakan sebuah katai merah, bintang dengan kelas spektrum M. Sekitar 75% bintang yang menghuni Galaksi kita merupakan bintang kelas M. Bintang-bintang kelas ini berumur panjang (mencapai puluhan milyar tahun), stabil, dan mampu membakar hidrogen sebagai bahan bakarnya. Dulu, bintang kelas ini dipandang sebelah mata untuk memiliki planet. Sebab pertamanya adalah planet (seandainya ada) yang berada di zona-layak huni di sekitar bintang yang bersangkutan akan mengalami tidally locked. Akibatnya, atmosfer di bagian malam akan membeku untuk selamanya. Alasan kedua berkaitan dengan aktivitas magnetik dahsyat yang menimbulkan flare dan lontaran sinar X dan UV luar biasa yang sanggup menyapu atmosfer planet. Meskipun demikian, secara teoretis bintang kelas M tidak bisa dihapus begitu saja dari kemungkinan memiliki planet. Bagi para astronom, mendeteksi planet yang berada di zona-layak huni bintang kelas M lebih mudah dideteksi daripada yang berada di sekitar bintang sekelas Matahari (kelas G).
Satu hal yang jelas: hasil kedua tim peneliti menegaskan bahwa Gliese 581c dan Gli 581d akan menjadi target utama bagi misi ESA/NASA yang akan datang, yaitu Darwin/Terrestrial Planet Finder (TPF), yang didedikasikan untuk mencari kehidupan di planet yang serupa Bumi. Wahana-wahana tersebut akan mampu menentukan sifat atmosfer.
Dua pandangan yang berbeda dari Selsis dan von Bloh. H. Beust dkk. ini belum cukup untuk meninjau kestabilan dinamis sistem keplanetan Gl 581. Tinjauan semacam ini penting untuk mengetahui bagaimana evolusi orbit mempengaruhi iklim planet. Di Tata Surya, gangguan gravitasional antarplanet menyebabkan orbit Bumi secara periodik berubah dari lingkaran sempurna menjadi agak lonjong. Perubahan ini cukup untuk memicu terjadinya pergantian zaman es dan zaman yang lebih hangat. Perubahan orbit yang drastis justru akan menghalangi munculnya kehidupan. Beust membuat simulasi sistem Gl 581 untuk berevolusi hingga 100 juta tahun ke depan. Hasil simulasi menunjukkan sistem stabil dan ternyata, terjadi perubahan orbit periodik yang tidak berbeda jauh dengan apa yang dialami Bumi. Artinya, iklim di kedua super-Bumi diharapkan stabil, sehingga setidaknya tidak menghalangi kehidupan berkembang di sana, meskipun kesimpulan ini juga tidak membuktikan bahwa kehidupan memang ada di planet tersebut.
Sumber: Journal Astronomy and Astrophysics press release-langitselatan.com
April tahun lalu, sebuah tim internasional yang dipimpin oleh Stephane Udry melaporkan penemuan dua super-Bumi yang mengorbit bintang Gliese 581. Masing-masing bermassa 5 dan 8 kali massa Bumi. Dilihat dari jarak planet tersebut ke bintang induknya, kedua planet menjadi kandidat pertama sebagai planet yang berpotensi “layak-huni”.
Semenjak penemuan ini, beberapa grup peneliti telah mengkaji kelayakhunian dua super-Bumi tadi. F. Selsis dkk. memodelkan atmosfer planet dan meninjau apa yang terjadi ketika planet berada di jarak-jarak tertentu dari bintang induknya. Jika posisi planet terlalu dekat, air akan habis menguap sehingga tidak akan ada bentuk kehidupan seperti yang ada di Bumi. Jarak terjauh dari bintang yang memungkinkan untuk muncul dan/atau bertahannya bentuk kehidupan adalah batas jarak ketika CO2 tak lagi mampu menghasilkan efek rumah kaca yang cukup untuk mempertahankan temperatur permukaan planet di atas titik beku air. Kita masih belum bisa menentukan batas/jarak kelayakhunian ini dengan pasti, karena belum bisa memodelkan awan yang melingkupi planet secara mendetail. Sebenarnya, di Tata Surya kita sendiri pun keterbatasan ini muncul. Dari studi iklim, diindikasikan batas-dalam zona layak-huni berada di sekitar 0.7-0.9 AU sedangkan batas-luar berada di antara 1.7-2.4 AU.
Sementara itu, W. Von Bloh dkk. meninjau zona layak-huni yang memungkinkan planet serupa Bumi bisa melangsungkan fotosintesis. Proses ini tentu saja bergantung pada “bahan baku” planet, yakni konsentrasi CO2 dan keberadaan air berwujud cair. Model yang diketengahkan von Bloh mengandung aspek utama kesetimbangan yang terus terjaga antara kandungan CO2 di atmosfer dan lautan, dengan proses pelepasan gas tersebut melalui proses tektonik. Kesetimbangan inilah yang menyebabkan temperatur di Bumi tidak sepanas Venus ataupun sedingin Mars. Sedang. Dan, layak-huni! Di dalam model von Bloh, kemampuan planet mempertahankan keberlangsungan fotosintesis sangat bergantung pada usia planet. Pada planet yang terlalu tua, keadaan geologinya tidak akan aktif, artinya tidak akan terjadi aktivitas tektonik maupun vulkanik. Dengan demikian, proses pelepasan CO2 terhambat dan pada akhirnya planet tidak lagi layak-huni.
Gambar di atas menunjukkan zona layak-huni di sekitar Matahari dan Gl 581 menurut perhitungan Selsis dan von Bloh. Hasil dari kedua tim menunjukkan bahwa tampaknya planet Gl 581 c tidak layak-huni, karena berada terlalu dekat dengan bintang induknya. Sebaliknya, planet Gl 581 d bisa jadi layak-huni walaupun kondisinya kurang mendukung untuk munculnya kehidupan kompleks. Planet ini mengalami apa yang disebut tidally locked. Sebagai gambaran apa akibat tidally locked, kita bisa meninjau sistem Bumi-Bulan. Kita lihat bagian Bulan yang menghadap ke Bumi selalu sama. Demikian juga dengan si planet d ini. Bagian yang sama akan selalu menghadap bintang yang diorbitinya. Perbedaan temperatur antara bagian siang (bagian yang menghadap bintang) dan bagian malam (bagian yang membelakangi bintang) besar sekali. Akibatnya, tiupan angin kencang pun tak terhindarkan. Tampaknya, bentuk kehidupan yang muncul di planet ini akan tumbuh berkembang dalam iklim yang tidak wajar.
Selain itu, kedua planet mempunyai orbit yang lonjong (eksentrik); jarak ke bintang menjadi berubah-ubah. Karena berada relatif dekat ke bintang induk, waktu yang diperlukan untuk mengelilingi bintang otomatis lebih singkat, yakni 12,9 hari untuk Gl 581 c dan 83,6 hari untuk Gl 581 d. Tampak dari gambar bahwa planet d di kala tertentu berada di luar zona layak-huninya selama perjalanannya mengelilingi bintang induk. Namun, planet ini masih akan layak-huni kalau atmosfernya cukup tebal. Bagaimanapun, kondisi yang menentukan kelayakhunian planet Gl 581 d mestinya sama sekali berbeda dengan apa yang kita ketahui di Bumi.
Lepas dari nada yang agak pesimistis di atas, kemungkinan salah satu planet tersebut layak-huni tetap menarik karena bintang induknya merupakan sebuah katai merah, bintang dengan kelas spektrum M. Sekitar 75% bintang yang menghuni Galaksi kita merupakan bintang kelas M. Bintang-bintang kelas ini berumur panjang (mencapai puluhan milyar tahun), stabil, dan mampu membakar hidrogen sebagai bahan bakarnya. Dulu, bintang kelas ini dipandang sebelah mata untuk memiliki planet. Sebab pertamanya adalah planet (seandainya ada) yang berada di zona-layak huni di sekitar bintang yang bersangkutan akan mengalami tidally locked. Akibatnya, atmosfer di bagian malam akan membeku untuk selamanya. Alasan kedua berkaitan dengan aktivitas magnetik dahsyat yang menimbulkan flare dan lontaran sinar X dan UV luar biasa yang sanggup menyapu atmosfer planet. Meskipun demikian, secara teoretis bintang kelas M tidak bisa dihapus begitu saja dari kemungkinan memiliki planet. Bagi para astronom, mendeteksi planet yang berada di zona-layak huni bintang kelas M lebih mudah dideteksi daripada yang berada di sekitar bintang sekelas Matahari (kelas G).
Satu hal yang jelas: hasil kedua tim peneliti menegaskan bahwa Gliese 581c dan Gli 581d akan menjadi target utama bagi misi ESA/NASA yang akan datang, yaitu Darwin/Terrestrial Planet Finder (TPF), yang didedikasikan untuk mencari kehidupan di planet yang serupa Bumi. Wahana-wahana tersebut akan mampu menentukan sifat atmosfer.
Dua pandangan yang berbeda dari Selsis dan von Bloh. H. Beust dkk. ini belum cukup untuk meninjau kestabilan dinamis sistem keplanetan Gl 581. Tinjauan semacam ini penting untuk mengetahui bagaimana evolusi orbit mempengaruhi iklim planet. Di Tata Surya, gangguan gravitasional antarplanet menyebabkan orbit Bumi secara periodik berubah dari lingkaran sempurna menjadi agak lonjong. Perubahan ini cukup untuk memicu terjadinya pergantian zaman es dan zaman yang lebih hangat. Perubahan orbit yang drastis justru akan menghalangi munculnya kehidupan. Beust membuat simulasi sistem Gl 581 untuk berevolusi hingga 100 juta tahun ke depan. Hasil simulasi menunjukkan sistem stabil dan ternyata, terjadi perubahan orbit periodik yang tidak berbeda jauh dengan apa yang dialami Bumi. Artinya, iklim di kedua super-Bumi diharapkan stabil, sehingga setidaknya tidak menghalangi kehidupan berkembang di sana, meskipun kesimpulan ini juga tidak membuktikan bahwa kehidupan memang ada di planet tersebut.
Sumber: Journal Astronomy and Astrophysics press release-langitselatan.com
0 Comments